Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat pendidikan
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan menetap. Pertumbuhan penduduk adalah bertambah banyaknya penduduk yang mendiami suatu wilayah tertentu dalam radius satu kilometre. Jadi pertumbuhan penduduk sangat beresiko tinggi bila tidak segera di kendalikan. penduduk Pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh tiga komponen yaitu: fertilitas, mortalitas dan migrasi. Pertumbuhan penduduk yang meningkat sangat tajam dan tidak segera di kendalikan akan mengakibatkan terjadinya kemiskinan. Banyaknya penduduk yang tidak dapat pekerjan yang layak, sehingga mereka tidak bisa membiayai sekolah anak – anaknya atau pun sekolah mereka sendiri. Oleh sebab itu, pendidikan jaman sekarang sudah sangat mahal dan di luar kemampuan masyarakat miskin. Mereka yang hidup miskin malah menjadikan anak – anak mereka untuk bekerja sebagai anak jalanan ataupun sebagai kuli bangunan. Banyaknya anak – anak jalanan sekarang ini disebabkan oleh kemiskinan yang di landa negeri ini. Pengentasan kemiskinan yang di lakukan oleh pemerintah terhalang oleh banyaknya bencana alam yang sering ditimpa negeri ini, contohnya : banjir yang terjadi dimana – mana, gempa bumi, tsunami, lumpur lapindo, angina putting beliung, dan lain sebagainya. Tingkat pendidikan sekarang ini sudah sangat maju, tetapi yang menikmati kemajuan pendidikan itu sebagian besar adalah kalangan menengah keatas. Sedangkan kalangan menengah ke bawah hanya bisa mencicipi sekolah dasar. Dan fasilitas sekolah – sekolah yang ada di desa saat ini sangatlah memprihatinkan. Banyak gedung – gedung sekolah yang sudah tidak layak huni. Tetapi pemerintah hanya tinggal diam saja dan tidak melakukan perbaikan sekolah tersebut.
Tingkat pendidikan masyarakat dapat dijadikan indikator dan gambaran mengenai kemampuan penduduk dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, akan semakin tinggi kualitas orang tersebut. Untuk mengukur tinggi rendahnya pendidikan penduduk dapat dilakukan dengan cara mengelompokkan tingkat pendidikan yang pernah diperoleh, mulai dari yang tidak sekolah sampai lulusan perguruan tinggi. Jumlah anak usia SD di Indonesia yang tidak bersekolah, putus sekolah, dan lulus SD yang tidak melanjutkan ke jenjang SMP, sejak 1995 sampai 2000 diperkirakan sebesar 12,8 juta, serta jumlah anak putus SMP sebesar 4,3 juta.
Anak tidak bersekolah atau putus sekolah disebabkan berbagai faktor, seperti sistem pendidikan sekolah yang kurang fleksibel sehingga banyak anak yang kesulitan dalam menyesuaikan diri, kemiskinan orang tua, rendahnya kesadaran masyarakat bawah tentang pentingnya pendidikan, kondisi geografis, anak harus membantu perekonomian keluarga, dan pendidikan sekolah dirasakan tidak memberikan jaminan kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Sementara itu, jumlah angkatan kerja di Indonesia terus meningkat dengan kualitas yang rendah. Hal ini dikarenakan dari 97 juta angkatan kerja pada 2000 sebagian besar (67,5%) adalah angkatan kerja yang tidak tamat SD, tidak tamat SMP, tamat SD, dan tamat SMP. Selain itu, pihak pemerintah masih belum mampu menyediakan fasilitas pendidikan formal untuk melayani semua penduduk usia sekolah yang ada di Indonesia.
(Oleh Rizky Assidiqi, Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Gunadarma University)
Sumber :
http: //google.com/pertumbuhan penduduk dan tingkat pendidikan
(Balitbang Diknas, 2000)
Selasa, 19 Oktober 2010
Pertambahan Penduduk dan Lingkungan Pemukiman
Pertambahan Penduduk dan Lingkungan Pemukiman
Pertambahan penduduk Indonesia yang tidak terkendali lagi dapat menyebabkan lahan permukiman yang semakin hari semakin sempit. Pertambahan penduduk secara berlebihan di kota terutama yang berasal dari urbanisasi menyebabkan daya
dukung dan daya tampung kota menjadi semakin menurun, salah satunya adalah berkurangnya lahan untuk permukiman. Akibat dari kurangnya lahan untuk permukiman maka dibutuhkan penambahan ruang dan lahan. Penambahan ruang dan lahan yang tidak memungkinkan lagi di dalam kota menyebabkan terjadinya pelebaran luas ke arah pinggir kota/belakang kota (hinterland). Hal seperti itu yang terjadi di DKI Jakarta, dan berkembang ke arah pinggiran termasuk daerah Depok. Akibat perluasan tersebut, maka daerah seperti kota Depok dapat dikatakan sebagai daerah suburban bagi kota Jakarta. Ditambah dengan dampak urbanisasi menimbulkan pelbagai bentuk penurunan kualitas lingkungan kota, terutama
tata ruang yang tidak memenuhi syarat, terbentuk daerah kumuh, bertambahnya jumlah sampah, meningkatnya pencemaran perairan dan tanah oleh limbah domestik. Urbanisasi juga mengakibatkan menurunnya estetika, menimbulkan ancaman terhadap peninggalanpeninggalan historis, menyempit/berkurangnya ruang terbuka, taman kota, lapangan olah raga, dan rekreasi. Semakin banyak penduduk yang bermigrasi ke kota, maka semakin sempit kota yang mereka singgahi. Lingkungan permukiman yang mereka dirikan sudah tidak layak huni karena berada di bantaran rel kereta api, kolong – kolong jembatan, emperan toko, bantaran sungai yang mencemari air, dan lain – lain. Oleh sebab, pemerintah harus bertindak tegas dengan masalah kependudukan yang semakin lama semakin mengkhawatirkan. Kalau tidak segera di atasi maka akan menimbulkan masalah yang sangat panjang.
(Oleh Rizky Assidiqi, Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Gunadarma University)
Sumber : http: //google.com/pertambahan penduduk
Pertambahan penduduk Indonesia yang tidak terkendali lagi dapat menyebabkan lahan permukiman yang semakin hari semakin sempit. Pertambahan penduduk secara berlebihan di kota terutama yang berasal dari urbanisasi menyebabkan daya
dukung dan daya tampung kota menjadi semakin menurun, salah satunya adalah berkurangnya lahan untuk permukiman. Akibat dari kurangnya lahan untuk permukiman maka dibutuhkan penambahan ruang dan lahan. Penambahan ruang dan lahan yang tidak memungkinkan lagi di dalam kota menyebabkan terjadinya pelebaran luas ke arah pinggir kota/belakang kota (hinterland). Hal seperti itu yang terjadi di DKI Jakarta, dan berkembang ke arah pinggiran termasuk daerah Depok. Akibat perluasan tersebut, maka daerah seperti kota Depok dapat dikatakan sebagai daerah suburban bagi kota Jakarta. Ditambah dengan dampak urbanisasi menimbulkan pelbagai bentuk penurunan kualitas lingkungan kota, terutama
tata ruang yang tidak memenuhi syarat, terbentuk daerah kumuh, bertambahnya jumlah sampah, meningkatnya pencemaran perairan dan tanah oleh limbah domestik. Urbanisasi juga mengakibatkan menurunnya estetika, menimbulkan ancaman terhadap peninggalanpeninggalan historis, menyempit/berkurangnya ruang terbuka, taman kota, lapangan olah raga, dan rekreasi. Semakin banyak penduduk yang bermigrasi ke kota, maka semakin sempit kota yang mereka singgahi. Lingkungan permukiman yang mereka dirikan sudah tidak layak huni karena berada di bantaran rel kereta api, kolong – kolong jembatan, emperan toko, bantaran sungai yang mencemari air, dan lain – lain. Oleh sebab, pemerintah harus bertindak tegas dengan masalah kependudukan yang semakin lama semakin mengkhawatirkan. Kalau tidak segera di atasi maka akan menimbulkan masalah yang sangat panjang.
(Oleh Rizky Assidiqi, Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Gunadarma University)
Sumber : http: //google.com/pertambahan penduduk
KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN MENTAL
KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN MENTAL
Dikarenakan Populasi kota di dunia yang sedang berkembang ini meningkat, baik dalam persayaratan-persayaratan tertentu dan sebagai suatu proporsi dari populasi secara total, sehingga sebuah tantangan besar tersisa; mengatasi Kemiskinan. Laporan pembangunan dunia dari Bank Dunia pada tahun 1990 menyoroti masalah kemiskinan. Dimana hal ini difokuskan pada Dimensi Pendapatan, “kemiskinan yang diukur dengan rendahnya pendapatan cenderung menjadi lebih buruk didaerah-daerah pedesaan”, laporan ini jelas menunjukkan meskipun memperkenankan perbedaan-perbedaan yang seringkali subtansial dalam biaya hidup antara kota dan pedesaan. Adapun konsep dalam analisis kemiskinan pada tahun 1990-an, dimana konsep tersebut adalah Konsep Vulnerability, dimana konsep ini menjadi penting dalam analisis kemiskinan pedesaan dan kota, dan dalam penyusunan kebijakan tersebut diperuntukkan untuk mengurangi kemiskinan karena pada tahun 1990-an, kemiskinan kota telah semakin menjadi pusat kebijakan. Adapun kontribusi-kontribusi yang berhubungan dengan kebijakan dalam hal pengurangan daerah kemiskinan pada tingkat Kota, menurut Jesko Hentshel dan Radha Seshagiri menjelaskan tentang hal tersebut yang disebut dengan penaksiran kemiskinan kota. Dimana setiap kota harus menyusun penaksirannya sendiri-sendiri secara berbeda-beda dan menggunakan alat-alat dan pendekatan umum dengan tujuan untuk menjawab persoalan yang dianggap paling mendesak oleh penduduk setempat. Adapun proses penaksiran bisa jadi penting dalam pembentukan kerjasama yang baru dan lebih efektif dalam penurunan kemiskinan kota. Sehingga dengan jelas bahwa kota-kota tersebut harus melihat kepada berbagai sektor yang ada dan konsep-konsep yang telah berlaku pada masyarakat sehingga kota-kota tersebut diharapkan tanggung jawabnya bagi orang-orang miskin dan Vulnerable dalam perundang-undangan mereka, pendekatan baru dan kerjasama yang lebih komplek dan inisiatif-inisiatif dibatasi agar muncul suatu penurunan kemiskinan diseluruh dunia terlebih dinegara berkembang.
KARAKTERISTIK KELUARGA MISKIN
Tugas utama gambar kemiskinan adalah menggambarkan lingkaran kehidupan miskin di kota. Perbandingan ini bisa menunjukkan bagaimana karakteristik keluarga miskin bisa berbeda, misalnya, pendapatan keluarga disatu wilayah bisa tidak mempengaruhi pelayanan dasar sedangkan ditempat lain justru mempengaruhi. Perbandingan karakteristik keluarga Miskin Dengan Kaya Sekarang tipe karakteristik lingkungan hidup yang sama bisa digunakan untuk membandingkan kelompok orang miskin dengan orang kaya. Perbandingan akan menunjukkan bahwa karakteristik orang miskin sama, keberadaan mereka dibedakan dari kelompok yang lebih baik. Contohnya, ternyata besarnya orang miskin tidak mempengaruhi faktor air, karena kurangnya populasi kota hanyalah sebagai akses semata. Karakteristik hidup orang miskin berbeda-beda disetiap tempat, sesuai dengan penghasilan yang diperoleh merupakan poin awal untuk menguji variasi objek yang akan dibuat penyesuaiannya bagi individu dalam ruang lingkup kota.
KONDISI KEMISKINAN DI INDONESIA
Kota-kota besar di Indonesia pada saat ini memang menjanjikan kesempatan dan kesejahteraan yang luas dan memperoleh kesempatan maju di kota-kota besar terutama di Indonesia. Memang menurut sensus BPS bahwa kemiskinan di Indonesia sudah menurun tajam dari 27 % dalam sensus 1980 menjadi hanya sekitar 15% saja pada sensus 1990, tetapi yang banyak terlupakan adalah bahwa dari angka rata-rata itu, kemiskinan di kota-kota besar masih tinggi persentasinya. Kemiskinan ini sendiri dikota-kota besar khususnya di Indonesia salah satu penyebabnya adalah urbanisasi, dimana para urbanis yang tidak memiliki pendidikan yang cukup, lebih-lebih pendidikan di desa cenderung rendah kualitasnya yang akibatnya para urbanis ini akhirnya jatuh miskin dikota-kota karena mereka tidak mampu bersaing dan menjadi pengganggur. Hal ini terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga perbulan dari 40% penduduk berpendapatan terendah hanya sebesar 3,8 % per tahun dalam kurun waktu yang sama adalah 4, 8% per tahun, artinya pembangunan di Indonesia masih menghadapi tantangan yang masih cukup besar dari kemiskinan dan disparatis sosial. Kemiskinan dan ketimpangan, hanya sebagian saja dari beban yang cenderung bertambah berat terus, yang ditanggung oleh lingkungan dari unsur kependudukan. Sehingga banyak para ahli memandang bahwa masalah kemiskinan dan kesenjangan sebagai bom waktu, yang sewaktu-waktu dapat berkembang menjadi ledakan sosial, yang pada akhirnya dapat mengancam peri-kehidupan manusia terutama didaerah perkotaan. Disini terlihat adanya suatu kemiskinan pada kota-kota besar di Indonesia juga mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk yang meningkat pesat yang berarti akan ada pertambahan perubahan lingkungan, yang mungkin harus dipikul dengan biaya yang tinggi yang tidak saja oleh daerah yang bersangkutan, melainkan juga oleh lingkungan yang lebih luas. Adanya pertambahan penduduk, berarti pula semakin banyak perumahan yang diperlukan. Dimana ini dapat berarti semakin terdesaknya lingkungan alami, termasuk tanah pertanian. Selain perubahan penggunaan tanah, pembangunan perumahan pun akan berakibat kepada semakin besarnya eksploitasi sumber daya alam yang digunakan untuk bahan bangunan. Sehingga masalah perumahan dan pemukiman di Indonesia, sebagaimana yang terjadi dinegara-negara yang sedang berkembang lainnya didunia, mencerminkan salah satu dampak dari proses pembangunan umumnya. Melihat penjelasan diatas, laju pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang cukup pesat di kota-kota besar telah menimbulkan akibat yang selalu memprihatinkan terhadap meningkatnya kebutuhan akan perumahan dan pemukiman. Pertumbuhan penduduk yang pesat tersebut saat ini belum diimbangi dengan penyediaan perumahan yang memadai. Sejak Pelita II hanya sekitar 15 % dari jumlah rumah yang dibutuhkan dapat disediakan sektor formal (BUMN dan Swasta) dalam suatu lingkungan yang direncanakan dan teratur, serta memiliki sarana dan prasarana yang diperlukan, sedangkan yang 85% disediakan melalui sektor informal. Akibatnya banyak terjadi pemukiman yang tidak teratur tanpa sarana dan prasarana yang jelas.
Kemiskinan di daerah perkotaan menyebabkan kelompok masyarakat yang berpenghasilan terendah nasibnya lebih buruk karena mereka bahkan tidak mampu untuk menempati rumah-rumah kumuh seperti yang telah dijelaskan diatas dimana dikarenakan tingginya harga tanah dan bahan bangunan menyebabkan suatu keterpaksaan membangun gubuk-gubuk liar diatas tanah-tanah kosong yang tidak diawasi oleh pemilik atau penguasanya. Banyak diantara mereka menggunakan lahan-lahan kosong yang sengaja digunakan untuk bantaran banjir, jalur kereta api dan lokasi-lokasi lain terutama yang dekat dengan tempat kerja mereka. Dilihat dari penjelasan diatas proses-proses pembangunan oleh sektor-sektor informal tersebut menghasilkan banyak lingkungan perumahan kumuh (slums) yaitu lingkungan perumahan yang padat dan tidak memiliki prasarana dan sarana lingkungan yang memenuhi syarat teknis ataupun kesehatan. Dengan melihat seluruh deskripsi diatas, maka peningkatan kebutuhan perumahan serta perkembangan permukiman kumuh dan liar akibat adanya kemiskinan kota akan semakin meningkat pesat. Memang bila ditinjau dari sisi tersebut terdapat suatu nilai pesimis untuk dapat menyediakan sarana permukiman dengan kondisi kemiskinan dan indikator ekonomi yang menurun dengan tajam pada saat ini. Oleh karena itu dalam waktu dekat ini apa yang diusahakan dan dilakukan oleh pemerintah setahap demi setahap dapat membatasi lajunya pertumbuhan. Selain itu selain kebijaksanaan pemerintah yang mencegah laju pertumbuhan secara alami dan dikarenakan urbanisasi, tetapi juga berperan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia atau penduduk kota sebagai mahkluk sosial terutama dari segi perekonomian dan pembangunan perumahan serta permukiman.
Sumber : Artikel Bulettin TERAS Dampak Kemiskinan KotaTerhadap Perumahan Dan Pemukiman Di Kota Besar Indonesia, 2009 11
Dikarenakan Populasi kota di dunia yang sedang berkembang ini meningkat, baik dalam persayaratan-persayaratan tertentu dan sebagai suatu proporsi dari populasi secara total, sehingga sebuah tantangan besar tersisa; mengatasi Kemiskinan. Laporan pembangunan dunia dari Bank Dunia pada tahun 1990 menyoroti masalah kemiskinan. Dimana hal ini difokuskan pada Dimensi Pendapatan, “kemiskinan yang diukur dengan rendahnya pendapatan cenderung menjadi lebih buruk didaerah-daerah pedesaan”, laporan ini jelas menunjukkan meskipun memperkenankan perbedaan-perbedaan yang seringkali subtansial dalam biaya hidup antara kota dan pedesaan. Adapun konsep dalam analisis kemiskinan pada tahun 1990-an, dimana konsep tersebut adalah Konsep Vulnerability, dimana konsep ini menjadi penting dalam analisis kemiskinan pedesaan dan kota, dan dalam penyusunan kebijakan tersebut diperuntukkan untuk mengurangi kemiskinan karena pada tahun 1990-an, kemiskinan kota telah semakin menjadi pusat kebijakan. Adapun kontribusi-kontribusi yang berhubungan dengan kebijakan dalam hal pengurangan daerah kemiskinan pada tingkat Kota, menurut Jesko Hentshel dan Radha Seshagiri menjelaskan tentang hal tersebut yang disebut dengan penaksiran kemiskinan kota. Dimana setiap kota harus menyusun penaksirannya sendiri-sendiri secara berbeda-beda dan menggunakan alat-alat dan pendekatan umum dengan tujuan untuk menjawab persoalan yang dianggap paling mendesak oleh penduduk setempat. Adapun proses penaksiran bisa jadi penting dalam pembentukan kerjasama yang baru dan lebih efektif dalam penurunan kemiskinan kota. Sehingga dengan jelas bahwa kota-kota tersebut harus melihat kepada berbagai sektor yang ada dan konsep-konsep yang telah berlaku pada masyarakat sehingga kota-kota tersebut diharapkan tanggung jawabnya bagi orang-orang miskin dan Vulnerable dalam perundang-undangan mereka, pendekatan baru dan kerjasama yang lebih komplek dan inisiatif-inisiatif dibatasi agar muncul suatu penurunan kemiskinan diseluruh dunia terlebih dinegara berkembang.
KARAKTERISTIK KELUARGA MISKIN
Tugas utama gambar kemiskinan adalah menggambarkan lingkaran kehidupan miskin di kota. Perbandingan ini bisa menunjukkan bagaimana karakteristik keluarga miskin bisa berbeda, misalnya, pendapatan keluarga disatu wilayah bisa tidak mempengaruhi pelayanan dasar sedangkan ditempat lain justru mempengaruhi. Perbandingan karakteristik keluarga Miskin Dengan Kaya Sekarang tipe karakteristik lingkungan hidup yang sama bisa digunakan untuk membandingkan kelompok orang miskin dengan orang kaya. Perbandingan akan menunjukkan bahwa karakteristik orang miskin sama, keberadaan mereka dibedakan dari kelompok yang lebih baik. Contohnya, ternyata besarnya orang miskin tidak mempengaruhi faktor air, karena kurangnya populasi kota hanyalah sebagai akses semata. Karakteristik hidup orang miskin berbeda-beda disetiap tempat, sesuai dengan penghasilan yang diperoleh merupakan poin awal untuk menguji variasi objek yang akan dibuat penyesuaiannya bagi individu dalam ruang lingkup kota.
KONDISI KEMISKINAN DI INDONESIA
Kota-kota besar di Indonesia pada saat ini memang menjanjikan kesempatan dan kesejahteraan yang luas dan memperoleh kesempatan maju di kota-kota besar terutama di Indonesia. Memang menurut sensus BPS bahwa kemiskinan di Indonesia sudah menurun tajam dari 27 % dalam sensus 1980 menjadi hanya sekitar 15% saja pada sensus 1990, tetapi yang banyak terlupakan adalah bahwa dari angka rata-rata itu, kemiskinan di kota-kota besar masih tinggi persentasinya. Kemiskinan ini sendiri dikota-kota besar khususnya di Indonesia salah satu penyebabnya adalah urbanisasi, dimana para urbanis yang tidak memiliki pendidikan yang cukup, lebih-lebih pendidikan di desa cenderung rendah kualitasnya yang akibatnya para urbanis ini akhirnya jatuh miskin dikota-kota karena mereka tidak mampu bersaing dan menjadi pengganggur. Hal ini terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga perbulan dari 40% penduduk berpendapatan terendah hanya sebesar 3,8 % per tahun dalam kurun waktu yang sama adalah 4, 8% per tahun, artinya pembangunan di Indonesia masih menghadapi tantangan yang masih cukup besar dari kemiskinan dan disparatis sosial. Kemiskinan dan ketimpangan, hanya sebagian saja dari beban yang cenderung bertambah berat terus, yang ditanggung oleh lingkungan dari unsur kependudukan. Sehingga banyak para ahli memandang bahwa masalah kemiskinan dan kesenjangan sebagai bom waktu, yang sewaktu-waktu dapat berkembang menjadi ledakan sosial, yang pada akhirnya dapat mengancam peri-kehidupan manusia terutama didaerah perkotaan. Disini terlihat adanya suatu kemiskinan pada kota-kota besar di Indonesia juga mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk yang meningkat pesat yang berarti akan ada pertambahan perubahan lingkungan, yang mungkin harus dipikul dengan biaya yang tinggi yang tidak saja oleh daerah yang bersangkutan, melainkan juga oleh lingkungan yang lebih luas. Adanya pertambahan penduduk, berarti pula semakin banyak perumahan yang diperlukan. Dimana ini dapat berarti semakin terdesaknya lingkungan alami, termasuk tanah pertanian. Selain perubahan penggunaan tanah, pembangunan perumahan pun akan berakibat kepada semakin besarnya eksploitasi sumber daya alam yang digunakan untuk bahan bangunan. Sehingga masalah perumahan dan pemukiman di Indonesia, sebagaimana yang terjadi dinegara-negara yang sedang berkembang lainnya didunia, mencerminkan salah satu dampak dari proses pembangunan umumnya. Melihat penjelasan diatas, laju pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang cukup pesat di kota-kota besar telah menimbulkan akibat yang selalu memprihatinkan terhadap meningkatnya kebutuhan akan perumahan dan pemukiman. Pertumbuhan penduduk yang pesat tersebut saat ini belum diimbangi dengan penyediaan perumahan yang memadai. Sejak Pelita II hanya sekitar 15 % dari jumlah rumah yang dibutuhkan dapat disediakan sektor formal (BUMN dan Swasta) dalam suatu lingkungan yang direncanakan dan teratur, serta memiliki sarana dan prasarana yang diperlukan, sedangkan yang 85% disediakan melalui sektor informal. Akibatnya banyak terjadi pemukiman yang tidak teratur tanpa sarana dan prasarana yang jelas.
Kemiskinan di daerah perkotaan menyebabkan kelompok masyarakat yang berpenghasilan terendah nasibnya lebih buruk karena mereka bahkan tidak mampu untuk menempati rumah-rumah kumuh seperti yang telah dijelaskan diatas dimana dikarenakan tingginya harga tanah dan bahan bangunan menyebabkan suatu keterpaksaan membangun gubuk-gubuk liar diatas tanah-tanah kosong yang tidak diawasi oleh pemilik atau penguasanya. Banyak diantara mereka menggunakan lahan-lahan kosong yang sengaja digunakan untuk bantaran banjir, jalur kereta api dan lokasi-lokasi lain terutama yang dekat dengan tempat kerja mereka. Dilihat dari penjelasan diatas proses-proses pembangunan oleh sektor-sektor informal tersebut menghasilkan banyak lingkungan perumahan kumuh (slums) yaitu lingkungan perumahan yang padat dan tidak memiliki prasarana dan sarana lingkungan yang memenuhi syarat teknis ataupun kesehatan. Dengan melihat seluruh deskripsi diatas, maka peningkatan kebutuhan perumahan serta perkembangan permukiman kumuh dan liar akibat adanya kemiskinan kota akan semakin meningkat pesat. Memang bila ditinjau dari sisi tersebut terdapat suatu nilai pesimis untuk dapat menyediakan sarana permukiman dengan kondisi kemiskinan dan indikator ekonomi yang menurun dengan tajam pada saat ini. Oleh karena itu dalam waktu dekat ini apa yang diusahakan dan dilakukan oleh pemerintah setahap demi setahap dapat membatasi lajunya pertumbuhan. Selain itu selain kebijaksanaan pemerintah yang mencegah laju pertumbuhan secara alami dan dikarenakan urbanisasi, tetapi juga berperan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia atau penduduk kota sebagai mahkluk sosial terutama dari segi perekonomian dan pembangunan perumahan serta permukiman.
Sumber : Artikel Bulettin TERAS Dampak Kemiskinan KotaTerhadap Perumahan Dan Pemukiman Di Kota Besar Indonesia, 2009 11
Pertumbuhan Penduduk dan Penyakit yang Berkaitan dengan Lingkungan Hidup
Pertumbuhan Penduduk dan Penyakit yang Berkaitan dengan Lingkungan Hidup
Seiring dengan bertambahnya penduduk Indonesia maka negeri ini akan banyak menghadapi masalah, seperti : tata ruang kota yang jelek, sanitasi air limbah rumah tangga semakin parah, dan banyak bermunculan penyakit – penyakit. Wilayah kawasan kumuh menurut Bank Dunia (1999) merupakan bagian yang terabaikan dalam pembangunan perkotaan. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi sosial demografis di kawasan kumuh seperti kepadatan penduduk yang tinggi, kondisi lingkungan yang tidak layak huni dan tidak memenuhi syarat serta minimnya fasilitas pendidikan, kesehatan dan sarana prasarana sosial budaya. Tumbuhnya kawasan kumuh terjadi karena tidak terbendungnya arus urbanisasi. Di saat banjir, lingkungan yang kumuh sering terjangkit penyakit seperti : malaria, demam berdarah, gatal –gatal, penyakit kulit, dan sebagainya. Di karenakan pada saat banjir, selokan – selokan yang ada di permukiman kumuh tersumbat oleh sampah yang mereka buang sendiri dan tata ruang kota yang kurang baik. Selain itu banyaknya wilayah hijau di perkotaan sekarang beralih fungsi sebagai bangunan – bangunan pencakar langit, mal – mal yang banyak. Sehingga daya serap air di wilayah perkotaan sangat sedikit. Dengan sedikitnya air yang di serap di wilayah tersebut maka terjadilah genangan air yang semakin lama semakin membesar dengan terjadinya hujan. Dengan terjadinya bencana banjir, maka datang lagi bencana selanjutnya yaitu penyakit yang menjadi wabah paling ampuh saat banjir. Banyaknya wabah penyakit yang di jangkit oleh masyarakat saat banjir, itu semua sangat menggangu kesehatan masyarakat. Karena air banjir membawa berbagai macam penyakit yang sebagian besar di sebarkan oleh tikus dan nyamuk. Oleh sebab itu, Langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan untuk penataan lingkungan permukiman kumuh adalah:
1. Lebih mengefektifkan penertiban administrasi kependudukan bekerja sama dengan perangkat desa yang mewilayahi permukiman kumuh di Kota Denpasar.
2. Penataan kembali lingkungan dengan penyediaan kamar mandi dan jamban umum, program sanimas dan pengelolaan sampah swadaya di permukiman kumuh.
3. Peningkatan perilaku hidup sehat masyarakat
4. Sosialisasi kebijakan pemerintah kota terkait dengan program penataan kembali permukiman kumuh perlu lebih digalakkan dengan melibatkan kelompok masyarakat di permukiman kumuh.
5. Perlu dilakukan studi lanjutan untuk menggali informasi yang lebih luas terkait dengan penataan kembali lingkungan permukiman kumuh.
Seiring dengan bertambahnya penduduk Indonesia maka negeri ini akan banyak menghadapi masalah, seperti : tata ruang kota yang jelek, sanitasi air limbah rumah tangga semakin parah, dan banyak bermunculan penyakit – penyakit. Wilayah kawasan kumuh menurut Bank Dunia (1999) merupakan bagian yang terabaikan dalam pembangunan perkotaan. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi sosial demografis di kawasan kumuh seperti kepadatan penduduk yang tinggi, kondisi lingkungan yang tidak layak huni dan tidak memenuhi syarat serta minimnya fasilitas pendidikan, kesehatan dan sarana prasarana sosial budaya. Tumbuhnya kawasan kumuh terjadi karena tidak terbendungnya arus urbanisasi. Di saat banjir, lingkungan yang kumuh sering terjangkit penyakit seperti : malaria, demam berdarah, gatal –gatal, penyakit kulit, dan sebagainya. Di karenakan pada saat banjir, selokan – selokan yang ada di permukiman kumuh tersumbat oleh sampah yang mereka buang sendiri dan tata ruang kota yang kurang baik. Selain itu banyaknya wilayah hijau di perkotaan sekarang beralih fungsi sebagai bangunan – bangunan pencakar langit, mal – mal yang banyak. Sehingga daya serap air di wilayah perkotaan sangat sedikit. Dengan sedikitnya air yang di serap di wilayah tersebut maka terjadilah genangan air yang semakin lama semakin membesar dengan terjadinya hujan. Dengan terjadinya bencana banjir, maka datang lagi bencana selanjutnya yaitu penyakit yang menjadi wabah paling ampuh saat banjir. Banyaknya wabah penyakit yang di jangkit oleh masyarakat saat banjir, itu semua sangat menggangu kesehatan masyarakat. Karena air banjir membawa berbagai macam penyakit yang sebagian besar di sebarkan oleh tikus dan nyamuk. Oleh sebab itu, Langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan untuk penataan lingkungan permukiman kumuh adalah:
1. Lebih mengefektifkan penertiban administrasi kependudukan bekerja sama dengan perangkat desa yang mewilayahi permukiman kumuh di Kota Denpasar.
2. Penataan kembali lingkungan dengan penyediaan kamar mandi dan jamban umum, program sanimas dan pengelolaan sampah swadaya di permukiman kumuh.
3. Peningkatan perilaku hidup sehat masyarakat
4. Sosialisasi kebijakan pemerintah kota terkait dengan program penataan kembali permukiman kumuh perlu lebih digalakkan dengan melibatkan kelompok masyarakat di permukiman kumuh.
5. Perlu dilakukan studi lanjutan untuk menggali informasi yang lebih luas terkait dengan penataan kembali lingkungan permukiman kumuh.
LANDASAN PERKEMBANGAN PENDUDUK INDONESIA
LANDASAN PERKEMBANGAN PENDUDUK INDONESIA
Penduduk adalah orang atau orang-orang yang mendiami suatu tempat (kampung, negara, dan pulau) yang tercatat sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku di tempat tersebut. Berdasarkan tempat lahir dan lama tinggal penduduk suatu daerah dapat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu penduduk asli, penduduk pendatang, penduduk sementara, dan tamu. Penduduk asli adalah orang yang menetap sejak lahir. Penduduk pendatang adalah orang yang menetap, tetapi lahir dan berasal dari tempat lain. Penduduk sementara adalah orang yang menetap sementara waktu dan kemungkinan akan pindah ke tempat lain karena alasan pekerjaan, sekolah, atau alasan lain. Adapun tamu adalah orang yang berkunjung ke tempat tinggal yang baru dalam rentang waktu beberapa hari dan akan kembali ke tempat asalnya.
Yang mendasari perkembangan penduduk di Indonesia adalah banyaknya masyarakat yang menikahkan anaknya yang masih muda. Dan gagalnya program keluarga berencana yang di usung oleh pemerintah untuk menekan jumlah penduduk. Karena factor – factor tersebut tidak berjalan dengan semestinya, maka penduduk Indonesia tidak terkendali dalam perkembangannya. Seharusnya dengan dua orang anak cukup, maka ini lebih dari dua orang dalam setiap suami istri. Karena perkembangan penduduk yang sangat tidak terkendali, maka banyak terjadinya kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, gelandangan, anak jalanan, dan sebagainya. Dan masalah permukiman yang tidak efisien lagi. Banyaknya rumah yang lingkungannya kumuh dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Oleh sebab itu, 50% penduduk Indonesia hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan pendidikan.
Sumber :
Hartono, 2009, Geografi 2 Jelajah Bumi dan Alam Semesta : untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 34 – 46.
Penduduk adalah orang atau orang-orang yang mendiami suatu tempat (kampung, negara, dan pulau) yang tercatat sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku di tempat tersebut. Berdasarkan tempat lahir dan lama tinggal penduduk suatu daerah dapat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu penduduk asli, penduduk pendatang, penduduk sementara, dan tamu. Penduduk asli adalah orang yang menetap sejak lahir. Penduduk pendatang adalah orang yang menetap, tetapi lahir dan berasal dari tempat lain. Penduduk sementara adalah orang yang menetap sementara waktu dan kemungkinan akan pindah ke tempat lain karena alasan pekerjaan, sekolah, atau alasan lain. Adapun tamu adalah orang yang berkunjung ke tempat tinggal yang baru dalam rentang waktu beberapa hari dan akan kembali ke tempat asalnya.
Yang mendasari perkembangan penduduk di Indonesia adalah banyaknya masyarakat yang menikahkan anaknya yang masih muda. Dan gagalnya program keluarga berencana yang di usung oleh pemerintah untuk menekan jumlah penduduk. Karena factor – factor tersebut tidak berjalan dengan semestinya, maka penduduk Indonesia tidak terkendali dalam perkembangannya. Seharusnya dengan dua orang anak cukup, maka ini lebih dari dua orang dalam setiap suami istri. Karena perkembangan penduduk yang sangat tidak terkendali, maka banyak terjadinya kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, gelandangan, anak jalanan, dan sebagainya. Dan masalah permukiman yang tidak efisien lagi. Banyaknya rumah yang lingkungannya kumuh dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Oleh sebab itu, 50% penduduk Indonesia hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan pendidikan.
Sumber :
Hartono, 2009, Geografi 2 Jelajah Bumi dan Alam Semesta : untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 34 – 46.
KEMISKINAN MENYEBABKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN
KEMISKINAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN
Kemiskinan dan kerusakan lingkungan berkorelasi positif. Bahkan keduanya memiliki hubungan kausalitas derajat polinomial. Pada derajat pertama, kemiskinan terjadi karena kerusakan lingkungan atau sebaliknya lingkungan rusak karena kemiskinan. Pada tingkatan polinomial berikutnya, kemiskinan terjadi akibat kerusakan lingkungan yang disebabkan karena kemiskinan periode sebelumnya. Hal sebaliknya berpeluang terjadi, lingkungan rusak karena kemiskinan yang dipicu oleh kerusakan lingkungan pada periode sebelumnya.
Hubungan sebab akibat itu bisa terus berlanjut pada derajat polinomial yang lebih tinggi, membentuk lingkaran setan atau siklus yang tidak berujung. Dalam kondisi seperti itu, kemiskinan semakin parah dan lingkungan semakin rusak. Semakin lama kondisi itu berlangsung, semakin kronis keadaanya. Bila sudah demikian, status kemiskinan berubah secara tidak linier. Dari miskin, ke lebih miskin, dan akhirnya miskin sekali. Tren yang sama juga terjadi juga pada kerusakan lingkungan.
Jeffrey Sachs dalam kesimpulan bukunya The End of Poverty menekankan pentingnya hubungan kemiskinan dan kerusakan lingkungan sebagai peubah penentu kesejahteraan dan kemakmuran. Menurutnya, sementara investasi pada kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur mungkin dapat mengatasi perangkap kemiskinan yang sudah ekstrem kondisinya, degradasi lingkungan pada skala lokal, regional, dan global dapat meniadakan manfaat investasi tersebut. Dengan kata lain, ada banyak variabel penting yang ikut menentukan kesejahteraan dan kemiskinan, namun lingkungan alam bisa dipandang sebagai yang terpenting.
Karena pentingnya hubungan kemiskinan dan kerusakan lingkungan, dalam Millenium Development Goals (MDGs) kedua variabel tersebut dijadikan target bersama negara-negara dunia untuk menyelesaikannya hingga periode 2015. Sementara di Indonesia, makin hari makin terasa pentingnya kedua variabel itu. Hampir di seluruh daerah, kemiskinan semakin terekspose.
Di saat dan tempat yang sama, kerusakan lingkungan makin terjadi, ditandai dengan aktivitas dan kehidupan manusia yang sudah melebihi kapasitas alam. Manusia yang miskin hidup di atas atau melampaui daya dukung (carrying capacity) sumber daya alam. Maka terjadilah hubungan lingkaran setan kemiskinan dan kerusakan alam yang sulit dicari ujung pangkalnya.
Sejak ditetapkan pada September 2000 dan diikuti dengan penatapan Milleneium Project pada 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan oleh Kofi Annan, banyak negara dunia memberikan perhatikan serius pada pencapaian target-target yang ditetapkan. Dalam kaitan dengan pengentasan kemiskinan, tiga target yang disepakati untuk dicapai yaitu mengurangi separuh jumlah penduduk yang pendapatannya di bawah $1 sehari, mengurangi separuh jumlah penduduk yang kelaparan, serta meningkatkan jumlah ketersediaan pangan bagi orang miskin.
Target yang berkaitan keberlanjutan lingkungan adalah memadukan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam kebijakan dan program pembangunan setiap negara, meningkatkan jumlah orang yang dapat akses air bersih, serta meningkatkan secara siginifikan kehidupan 100 juta orang yang hidup di daerah kumuh. Target-target itu membuka debat publik secara demokrasi tentang kinerja pemerintah. Partai politik juga menggunakan target-target ini untuk secara terbuka mengevaluasi kebijakan dan program pemerintah.
Presiden Brasilia, Luis Inacio da Silva, misalnya secara ekplisit mengumumkan target-target pada MDGs sebagai platform politiknya dalam pemilu. Tanpa disadari dan tak secara eksplisit diajukan, di Indonesia pun banyak calon gubernur, bupati, dan wali kota menggunakan target-target MDGs sebagai platform politik mereka dalam pilkada.
Langkah-langkah besar dan signifikan sudah dicapai Tiongkok dan Vietnam dalam mengurangi kemiskinan. Dalam kurun 1990-2002, penduduk miskin 32 persen menjadi 13 persen di Tiongkok, serta dari 51 persen menjadi 14 persen di Vietnam. Namun khususnya di Tiongkok, lingkungan alam sebagai habitat dan sumber daya ekonomi mengalami kerusakan cukup serius. Dengan kata lain, pencapaian MDGs tidak dicapai secara holistik, malahan sebaliknya tujuan atau tagetnya saling dipertentangkan.
Situasi yang sama dengan Tiongkok umumnya berlaku juga di negara-negara kawasan Amerika Latin dan Karibia. Pengentasan kemiskinan diprioritaskan sementara target lain kurang diperhatikan. Tetapi kawasan itu juga memperhatikan tiga target penting lainnya, yaitu pengurangan angka kematian bayi, penyediaan air bersih, serta peniadaan diskriminasi gender pada pasar tenaga kerja. Logikanya, kemiskinan bisa dientaskan melalui perbaikan ketiga target ini.
Di Asia Selatan, 40 persen penduduk hidup dengan kurang dari $1 sehari. Namun kemiskinan sudah jauh berkurang di kawasan ini, kecuali di Pakistan. Secara khusus, Bangladesh berhasil meningkatkan pendidikan anak dan pemuda, mengurangi malnutrisi anak, serta mengurangi insidensi HIV/AIDS.
Kawasan dunia yang termiskin, Sub-Sahara Afrika, diprediksi tidak akan berhasil mencapai target MDGs, khususnya pengurangan jumlah orang miskin. Sebaliknya, jumlah orang miskin bertambah dari 314 juta pada 2001 menjadi 366 juta pada 2015. Hanya Uganda, Ghana, dan Kamerun yang baik kinerjanya dalam hal pengentasan kemiskinan.
Tuberkolosis, malaria, dan HIV/ AIDS masih marak dan menurunkan harapan hidup serta tingkat kematian bayi. Untuk kawasan itu, keterisolasian, kerusakan sumber daya alam serta ketiadaan infrastruktur teknologi adalah alasan utama kemiskinan dan keterbelakangan.
"Triple Tracks Plus"
Di Indonesia, strategi pembangunan berbasis Triple Tracks (pro poor, pro job, dan pro growth) bisa dipandang sebagai implementasi MDGs, sudah populer, dan diadopsi oleh instansi pemerintah secara nasional. Namun statistik kemiskinan bisa menjadi dasar evaluasi sejauh mana kinerja strategi triple tracks.
Tidak untuk diperdebatkan, hanya sebagai indikator, pada 2002 jumlah penduduk miskin 36,4 juta (18,1 persen). Pada September 2006, dengan standar $1,55 sehari, jumlahnya menjadi 39,40 juta. Di saat yang sama, dilaporkan 25 persen anak, usia hingga 5 tahun, menderita gizi buruk. Juga, kematian ibu 307 per 100.000 kelahiran, atau tiga kali kematian di Vietnam dan enam kali Malaysia atau Tiongkok. Per tumah tangga, pada Januari 2006 terdapat 17,8 juta, atau 33,4 persen, rumah tangga miskin (RTM). Menurut pidato kenegaraan terakhir, ada 192 juta, atau 36,1 persen RTM. Sementara target RPJM 12,5 persen pada 2006.
Indikator statistik di atas mungkin sudah berubah dalam setahun terakhir setelah adanya bencana alam: banjir, kekeringan, tanah longsor, semburan gas Lapindo, tsunami, angin pitung beliung, taifun, dan gelombang laut yang menyerang negeri ini, yang membuat masyarakat kehilangan peluang usaha dan peluang bekerja.
Bagi petani, nelayan, dan buruh, sehari tidak bekerja, besar dampaknya bagi pendapatan mereka. Bencana alam seperti yang terus terjadi belakangan ini membuat mereka miskin atau miskin sekali setelah tidak bekerja atau kehilangan aset-aset produktifnya. Dalam kondisi miskin, apalagi sangat miskin, berbagai macam penyakit akan mudah menyerang yang pada akhirnya menurunkan usia harapan hidup.
Memang kejadian alam di luar kontrol manusia. Tetapi bencana alam mungkin lebih terjadi karena alam telanjur rusak oleh buatan tangan manusia yang miskin atau yang terlalu serakah. Manusia yang miskin dan serakah merusak alam, dan alam yang rusak memiskinkan manusia.
Celakanya mereka yang merusak alam semakin kaya sementara penduduk lainnya, sebaik dampaknya, menjadi miskin. Tetapi kesalahan itu tidak selamanya ada pada masyarakat dan penduduk. Sangat mungkin, program pemeritah di pusat dan daerah memang tidak menempatkan keberlanjutan lingkungan sebagai aspek penting. Alam dipaksa memberikan pertumbuhan ekonomi dan itu berada di atas daya dukungnya.
Maka bercermin dari banyak negara lain di dunia, yang berhasil dan tidak berhasil mengelola dan memanfaatkan alam bagi pembangunan ekonominya, serta sebagai upaya mengurangi jumlah orang miskin yang terakumulasi akibat bencana alam, sudah saatnya Indonesia mengikuti strategi Triple Track Plus. "Plus" yang dimaksud, sesuai projek MDGs, adalah pro-environment. Dengan be-gitu sejak saat ini, Indonesia mengikuti bukan lagi Triple Tracks tetapi Fourfold Tracks Strategy.
Sumber : http://www.menegpp.go.id/menegpp.php?cat=detail&id=artikel&dat=291
Kemiskinan dan kerusakan lingkungan berkorelasi positif. Bahkan keduanya memiliki hubungan kausalitas derajat polinomial. Pada derajat pertama, kemiskinan terjadi karena kerusakan lingkungan atau sebaliknya lingkungan rusak karena kemiskinan. Pada tingkatan polinomial berikutnya, kemiskinan terjadi akibat kerusakan lingkungan yang disebabkan karena kemiskinan periode sebelumnya. Hal sebaliknya berpeluang terjadi, lingkungan rusak karena kemiskinan yang dipicu oleh kerusakan lingkungan pada periode sebelumnya.
Hubungan sebab akibat itu bisa terus berlanjut pada derajat polinomial yang lebih tinggi, membentuk lingkaran setan atau siklus yang tidak berujung. Dalam kondisi seperti itu, kemiskinan semakin parah dan lingkungan semakin rusak. Semakin lama kondisi itu berlangsung, semakin kronis keadaanya. Bila sudah demikian, status kemiskinan berubah secara tidak linier. Dari miskin, ke lebih miskin, dan akhirnya miskin sekali. Tren yang sama juga terjadi juga pada kerusakan lingkungan.
Jeffrey Sachs dalam kesimpulan bukunya The End of Poverty menekankan pentingnya hubungan kemiskinan dan kerusakan lingkungan sebagai peubah penentu kesejahteraan dan kemakmuran. Menurutnya, sementara investasi pada kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur mungkin dapat mengatasi perangkap kemiskinan yang sudah ekstrem kondisinya, degradasi lingkungan pada skala lokal, regional, dan global dapat meniadakan manfaat investasi tersebut. Dengan kata lain, ada banyak variabel penting yang ikut menentukan kesejahteraan dan kemiskinan, namun lingkungan alam bisa dipandang sebagai yang terpenting.
Karena pentingnya hubungan kemiskinan dan kerusakan lingkungan, dalam Millenium Development Goals (MDGs) kedua variabel tersebut dijadikan target bersama negara-negara dunia untuk menyelesaikannya hingga periode 2015. Sementara di Indonesia, makin hari makin terasa pentingnya kedua variabel itu. Hampir di seluruh daerah, kemiskinan semakin terekspose.
Di saat dan tempat yang sama, kerusakan lingkungan makin terjadi, ditandai dengan aktivitas dan kehidupan manusia yang sudah melebihi kapasitas alam. Manusia yang miskin hidup di atas atau melampaui daya dukung (carrying capacity) sumber daya alam. Maka terjadilah hubungan lingkaran setan kemiskinan dan kerusakan alam yang sulit dicari ujung pangkalnya.
Sejak ditetapkan pada September 2000 dan diikuti dengan penatapan Milleneium Project pada 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan oleh Kofi Annan, banyak negara dunia memberikan perhatikan serius pada pencapaian target-target yang ditetapkan. Dalam kaitan dengan pengentasan kemiskinan, tiga target yang disepakati untuk dicapai yaitu mengurangi separuh jumlah penduduk yang pendapatannya di bawah $1 sehari, mengurangi separuh jumlah penduduk yang kelaparan, serta meningkatkan jumlah ketersediaan pangan bagi orang miskin.
Target yang berkaitan keberlanjutan lingkungan adalah memadukan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam kebijakan dan program pembangunan setiap negara, meningkatkan jumlah orang yang dapat akses air bersih, serta meningkatkan secara siginifikan kehidupan 100 juta orang yang hidup di daerah kumuh. Target-target itu membuka debat publik secara demokrasi tentang kinerja pemerintah. Partai politik juga menggunakan target-target ini untuk secara terbuka mengevaluasi kebijakan dan program pemerintah.
Presiden Brasilia, Luis Inacio da Silva, misalnya secara ekplisit mengumumkan target-target pada MDGs sebagai platform politiknya dalam pemilu. Tanpa disadari dan tak secara eksplisit diajukan, di Indonesia pun banyak calon gubernur, bupati, dan wali kota menggunakan target-target MDGs sebagai platform politik mereka dalam pilkada.
Langkah-langkah besar dan signifikan sudah dicapai Tiongkok dan Vietnam dalam mengurangi kemiskinan. Dalam kurun 1990-2002, penduduk miskin 32 persen menjadi 13 persen di Tiongkok, serta dari 51 persen menjadi 14 persen di Vietnam. Namun khususnya di Tiongkok, lingkungan alam sebagai habitat dan sumber daya ekonomi mengalami kerusakan cukup serius. Dengan kata lain, pencapaian MDGs tidak dicapai secara holistik, malahan sebaliknya tujuan atau tagetnya saling dipertentangkan.
Situasi yang sama dengan Tiongkok umumnya berlaku juga di negara-negara kawasan Amerika Latin dan Karibia. Pengentasan kemiskinan diprioritaskan sementara target lain kurang diperhatikan. Tetapi kawasan itu juga memperhatikan tiga target penting lainnya, yaitu pengurangan angka kematian bayi, penyediaan air bersih, serta peniadaan diskriminasi gender pada pasar tenaga kerja. Logikanya, kemiskinan bisa dientaskan melalui perbaikan ketiga target ini.
Di Asia Selatan, 40 persen penduduk hidup dengan kurang dari $1 sehari. Namun kemiskinan sudah jauh berkurang di kawasan ini, kecuali di Pakistan. Secara khusus, Bangladesh berhasil meningkatkan pendidikan anak dan pemuda, mengurangi malnutrisi anak, serta mengurangi insidensi HIV/AIDS.
Kawasan dunia yang termiskin, Sub-Sahara Afrika, diprediksi tidak akan berhasil mencapai target MDGs, khususnya pengurangan jumlah orang miskin. Sebaliknya, jumlah orang miskin bertambah dari 314 juta pada 2001 menjadi 366 juta pada 2015. Hanya Uganda, Ghana, dan Kamerun yang baik kinerjanya dalam hal pengentasan kemiskinan.
Tuberkolosis, malaria, dan HIV/ AIDS masih marak dan menurunkan harapan hidup serta tingkat kematian bayi. Untuk kawasan itu, keterisolasian, kerusakan sumber daya alam serta ketiadaan infrastruktur teknologi adalah alasan utama kemiskinan dan keterbelakangan.
"Triple Tracks Plus"
Di Indonesia, strategi pembangunan berbasis Triple Tracks (pro poor, pro job, dan pro growth) bisa dipandang sebagai implementasi MDGs, sudah populer, dan diadopsi oleh instansi pemerintah secara nasional. Namun statistik kemiskinan bisa menjadi dasar evaluasi sejauh mana kinerja strategi triple tracks.
Tidak untuk diperdebatkan, hanya sebagai indikator, pada 2002 jumlah penduduk miskin 36,4 juta (18,1 persen). Pada September 2006, dengan standar $1,55 sehari, jumlahnya menjadi 39,40 juta. Di saat yang sama, dilaporkan 25 persen anak, usia hingga 5 tahun, menderita gizi buruk. Juga, kematian ibu 307 per 100.000 kelahiran, atau tiga kali kematian di Vietnam dan enam kali Malaysia atau Tiongkok. Per tumah tangga, pada Januari 2006 terdapat 17,8 juta, atau 33,4 persen, rumah tangga miskin (RTM). Menurut pidato kenegaraan terakhir, ada 192 juta, atau 36,1 persen RTM. Sementara target RPJM 12,5 persen pada 2006.
Indikator statistik di atas mungkin sudah berubah dalam setahun terakhir setelah adanya bencana alam: banjir, kekeringan, tanah longsor, semburan gas Lapindo, tsunami, angin pitung beliung, taifun, dan gelombang laut yang menyerang negeri ini, yang membuat masyarakat kehilangan peluang usaha dan peluang bekerja.
Bagi petani, nelayan, dan buruh, sehari tidak bekerja, besar dampaknya bagi pendapatan mereka. Bencana alam seperti yang terus terjadi belakangan ini membuat mereka miskin atau miskin sekali setelah tidak bekerja atau kehilangan aset-aset produktifnya. Dalam kondisi miskin, apalagi sangat miskin, berbagai macam penyakit akan mudah menyerang yang pada akhirnya menurunkan usia harapan hidup.
Memang kejadian alam di luar kontrol manusia. Tetapi bencana alam mungkin lebih terjadi karena alam telanjur rusak oleh buatan tangan manusia yang miskin atau yang terlalu serakah. Manusia yang miskin dan serakah merusak alam, dan alam yang rusak memiskinkan manusia.
Celakanya mereka yang merusak alam semakin kaya sementara penduduk lainnya, sebaik dampaknya, menjadi miskin. Tetapi kesalahan itu tidak selamanya ada pada masyarakat dan penduduk. Sangat mungkin, program pemeritah di pusat dan daerah memang tidak menempatkan keberlanjutan lingkungan sebagai aspek penting. Alam dipaksa memberikan pertumbuhan ekonomi dan itu berada di atas daya dukungnya.
Maka bercermin dari banyak negara lain di dunia, yang berhasil dan tidak berhasil mengelola dan memanfaatkan alam bagi pembangunan ekonominya, serta sebagai upaya mengurangi jumlah orang miskin yang terakumulasi akibat bencana alam, sudah saatnya Indonesia mengikuti strategi Triple Track Plus. "Plus" yang dimaksud, sesuai projek MDGs, adalah pro-environment. Dengan be-gitu sejak saat ini, Indonesia mengikuti bukan lagi Triple Tracks tetapi Fourfold Tracks Strategy.
Sumber : http://www.menegpp.go.id/menegpp.php?cat=detail&id=artikel&dat=291
Senin, 04 Oktober 2010
ekologi sumber daya alam
A. PENGERTIAN EKOLOGI
Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yangterdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya.
Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. Definisi ekologi seperti di atas, pertama kali disampaikan oleh Ernest Haeckel (zoologiwan Jerman, 1834-1914).
Ekologi adalah cabang ilmu biologi yangbanyak memanfaatkan informasi dari berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti : kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk pembahasannya. Penerapan ekologi di bidang pertanian dan perkebunan di antaranya adalah penggunaan kontrol biologi untuk pengendalian populasi hama guna meningkatkan produktivitas.
Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya. Pengamatan ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam hubungan timbal balik tersebut.
Dalam studi ekologi digunakan metoda pendekatan secara rnenyeluruh pada komponen-kornponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem.
RUANG LINGKUP EKOLOGI
Ekologi merupakan cabang biologi, dan merupakan bagian dasar dari biologi. Ruang lingkup ekologi meliputi populasi, komunitas, ekosistem, hingga biosfer. Studi-studi ekologi dikelompokkan ke dalam autekologi dan sinekologi.
1. Populasi
Populasi yang telah didefinisikan sebagai kelompok kolektif organisme dari spesies yang sama (atau kelompok-kelompok lain di mana individu-individu dapat bertukar informasi genetiknya) yang menempati ruang dan atau waktu tertentu, memiliki berbagai ciri/sifat maupun parameter yatg unik dari kelompok dan sudah tidak merupakan sifat dari masing-masing individu pembentuknya.
2. komunitas
Komunitas biotik adalah kumpulan populasi-populasi organisme apapun yang hidup dalam daerah atau habitat fisik yang telah. ditentukan., sehingga hal tersebut merupakan satuan yang diorganisasi sedemikian rupa bahwa komunitas mempunyai sifat-sifat tambahan terhadap komponen individu beserta fungsi-fungsinya.
3. Ekosistem
Ekosistem merupakan satuan fungsional dasar yang menyangkut proses interaksi organisme hidup dengan lingkungan mereka. Istilah tersebut pada mulanya diperkenalkan oleh A.G.Tansley pada tahun 1935. Sebelumnya, telah digrrnakan istilah-istilah lain, yairu biocoenosis, dan mikrokosmos.
Setiap ekosistem memiliki enam komponen yaitu produsen, makrokonsumen, mikrokonsumen, bahan anorganik, bahan organik, dan kisaran iklim. Perbedaan antar ekosistem hanya pada unsur-unsur penyusun masing-masing komponen tersebut. Masing-masing komponen ekosistem mempunyai peranan dan mereka saling terkait dalam melaksanakan proses-proses dalam ekosistem. Proses-proses dalam ekosistem meliputi aliran energi, rantai makanan, pola keanekaragaman, siklus materi, perkembangan, dan pengendalian.
B. Azas – azas pengelolaan lingkungan
Asas-asas Lingkungan
1. Kondisi dan tata hubungan antar komponen lingkungan mempunyai keteraturan/ menganut asas tertentu.
2. Bermanfaat untuk landasan pengelolaan lingkungan.
3. Penyimpangan asas dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan.
Asas-asas mengenai Sumber daya Alam
Pengertian SDA
Semua kekayaan alam (yang terdapat dalam litosfer, hidrosfer dan atmosfer) yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia.
1. Asas 1
Semua energi yang memasuki organisme hidup, populasi atau ekosistem dapat dianggap sebagai energi yang tersimpan atau terlepaskan.
Energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk
lain, tetapi tidak dapat hilang, dihancurkan, atau diciptakan.
Hukum Termodinamika I
Materi akan bergerak kemana-mana tidak ada
materi yang hilang.
Hukum Kekekalan Materi
Miller mengatakan : Kita tidak akan mendapatkan sesuatu dengan cuma-cuma:Harus ada usaha
2. Asas 2
Tidak ada sistem pengubahan energi yang benar-benar efisien.
HUKUM TERMODINAMIKA II
HUKUM ENTROPI
Pada transformasi energi terjadi
degradasi kualitas energi
Pada sistem yang kurang terkoordinasi entropi makin tinggi
3. Asas 3
Materi, energi, ruang, waktu, dan keanekaragaman, semuanya termasuk sumber daya alam.
4. Asas 4
Untuk semua kategori sumber daya alam, kalau pengadaannya sudah mencapai optimum, pengaruh unit pengadaannya sering menurun dengan penambahan sumber alam itu sampai ke suatu tingkat maksimum
Melampaui batas maksimum tidak ada pengaruh yang menguntungkan lagi
Kenaikanpengadaannyayangmelampauibatasmaksimummerusakkarenakesanperacunanasaspenjenuhan.
Untuk banyak gejala sering berlaku kemungkinan penghancuran yang disebabkan oleh pengadaan SDA yang sudah mendekati batas maksimum.
5. Asas 5
Ada dua jenis sumber daya alam, yaitu sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya, dan yang tak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut.
Contoh: Pengadaan energi: merangsang penggunaan
Pengadaan makanan: tidak meragsang penggunaan
(terbatas)
C. Keterkaitan Lingkungan Bahari dan Ekowisata
Perusakan terhadap sumber daya alam atau lingkungan alam oleh manusia di Indonesia salah satunya akibat dari keterbatasan kemampuan dalam mengelola sumber daya alam tersebut secara seimbang. Sumber daya alam Indonesia yang terbesar datang dari laut, dan dengan dicanangkannya tahun 2003 sebagai “Tahun Bahari” diharapkan mampu menumbuhkan motivasi untuk mengenal lebih dalam tentang laut dan mengoptimalkan keseimbangan pemanfaatannya.
Menurut data dari Ditjen Perikanan tahun 1991, potensi lestari ikan terumbu karang diperkirakan sebesar 800.802 ton/tahun (Arifin, 1999). Indonesi memiliki kurang lebih 7.500 km2 ekosistem terumbu karang (coral reefs) yang tersebar di seluruh wilayah pesisir dan lautan Indonesia, mencakup fringing reefs, barrier reefs, atol dan patch reefs. Luas terumbu karang Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 600.000 km2. Terumbu karang yang dalam kondisi baik hanya 6,2 %.
Kepulauan Karimunjawa di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah menjadi fokus dari tulisan ini. Kepulauan seluas 111,625 ha, terdiri atas 7,033 ha daratan dalam bentuk 27 buah gugusan pulau yang 5 diantaranya berpenghuni, yaitu pulau Karimunjawa, pulau Kemujang, pulau pasang, pulau Nyamuk dan pulau Genting, dan 104,592 ha perairan laut, secara geografis terletak sebelah Barat Laut kota Jepara dengan jarak + 45 mil laut pada 5040’ – 5057’ Lintang Selatan dan 11004’ – 11004’ Bujur Timur.
Terumbu karang di taman nasional laut Karimunjawa tergolong cukup baik. Kegiatan kepariwisataan sudah mulai berkembang, tetapi karena keterbatasannya, perkembangannya tidak sepesat di daerah lain yang memiliki karakter sejenis. Memandang dari sisi lingkungan ini bisa berarti baik, karena memberikan peluang untuk melakukan pembenahan dan penyesuaian. Seperti layaknya terumbu karang didaerah lain di Indonesia, lingkungan biofisik di kawasan pesisir taman nasional ini menghadapi bahaya yang sangat besar, yaitu pencurian danperusakan. Sekitar 30% lingkungan ekosistem di taman nasional laut ini sudah mati atau rusak parah.
Apakah terumbu karang? Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Hewan ini disebut polip, merupakan hewan pembentuk utama terumbu karang yang menghasilkan zat kapur.
Melalui proses yang sangat lama, binatang karang yang kecil (polyp) membentuk kolobi karang yang kental, yang sebenarnya terdiri atas ribuan individu polyp. Karang batu ini menjadi pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Walaupun terlihat sangat kuat dan kokoh, karang sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Karena posisi biofisik dan ekonominya yang sangat penting, manusia melihatnya berdasarkan latar belakang kepentingan yang berbeda, dimana melibatkan kepentingan sektor-sektor lain. Kelompok pemerhati lingkungan lebih mementingkan usaha pelestarian lingkungan di sekitar terumbu karang, artinya meminimalkan kegiatan manusia. Kelompok perikanan 1 mengatasnamakan kepentingan manusia untuk memanfaatkan kawasan pesisir semaksimal mungkin. Tapi dibalik itu semua, daerah harus mendapatkan income atau PAD (pendapatan asli daerah) untuk membiayai kepentingan yang menyokong kegiatan tersebut, termasuk kelompok pariwisata yang juga mau ikut serta memanfaatkannya. Sering kali atas alasan PAD, pemerintah lebih mengutamakan kegiatan yang akan menghasilkan pendapatan lebih besar sehingga kajian terhadap kegiatan yang dilakukan menjadi sangat lemah, yang sering berakhir dengan hancurnya lingkungan (atau melemahnya ekosistem), dan diikuti dengan menurunnya PAD. Akhirnya uang tidak dapat dan lingkungan hidup hancur. Dalam kondisi ini muncul optimisme dari sektor pariwisata untuk ikut terlibat secara positif.
D. Peran teknologi pengelolaan lingkungan
Peran teknologi pengelolaan lingkungan dalam berbagai kegiatan sangat penting artinya dalam upaya pencegahan pencemaran lingkungan. Upaya pendekatan teknologi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan harus secara maksimal diupayakan. Pencegahan pencemaran melalui proses dan produk dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi yang tidak menghasilkan atau seminimal mungkin menghasilkan limbah. Oleh karena itu pengembangan teknologi pengelolaan lingkungan dilakukan secara terus menerus. Kebanyakan perusahaan manufaktur Indonesia umumnya mempunyai kemampuan operasional yang cukup tinggi, artinya mampu menjalankan proses produksi di pabrik secara lancar, namun kemampuan akuisitif, inovatif dan adatif umumnya dilakukan oleh mitra asing, sedangkan mitra dan tenaga ahli Indonesia umumnya kurang berperan. Oleh karena itu, transfer teknologi lingkungan juga tidak berjalan lancar atau terbatas saja pada kemampuan operasional.
Transfer teknologi merupakan masalah penting terutama bagi negara berkembang. Pada kenyataanya banyak teknologi yang dijual di negara berkembang merupakan teknologi bekas yamg sudah tidak digunakan lagi karena sudah tidak memenuhi standar yang baru ataupun peraturan yang berlaku. Menghadapi masalah globalisasi di bidang lingkungan dan pembangunan, transfer teknologi akrab lingkungan menjadi masalah penting tidak hanya dalam lingkup nasional, maupun juga dalam lingkup internasional.
Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan teknologi lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Teknologi lingkungan masih dianggap sebagai parameter yang memperbesar biaya produksi.
2. Tidak semua teknologi lingkungan yang diimpor sesuai dan dapat memberikan effektifitas yang sama apabila di pasang di negara pengguna.
3. Teknologi lingkungan yang ada saat ini, kebanyakan diperuntukan untuk industri besar sehingga tidak ekonomis untuk diperuntukan pada IKM/UKM.
4. Terbatasnya jenis lingkungan tepat guna dan ramah lingkungan.
5. Belum adanya mekanisme verifikasi serta menginformasikan setiap teknologi lingkungan yang handal dan layak untuk dugunakan oleh masyarakat.
Permasalahan ini harus segera ditanggulangi agar pencemaran dan pengrusakan lingkungan tidak terjadi. Peran pemerintah dalam menanggulangi permasalahan teknologi lingkungan bagi IKM/UKM dengan menyediakan teknologi berwawasan lingkungan yang harganya murah dan terjangkau merupakan rantangan yang harus segera menjadi prioritas.
Kita perlu menetapkan strategi masa depan dalam penguasaan, penerapan dan pengembangan teknologi lingkungan agar permasalahan tersebutr diatas dapat diselesaikan, yaitu:
1. Mendorong penyebaran dan pengembangan teknologi lingkungan antara institusi peneliti dengan organisasi bisnis.
2. Pemerintah memfasilitasi konsultasi diantara semua stakeholders yang terkait dalam menciptakan teknologi lokal yang baik dan cocok untuk pengelolaan lingkungan.
3. Pemerintah memberikan inisiatif pada institusi yang mengembangkan dan mengimplementasikan teknologi yang akrab lingkungan.
Untuk melaksanakan strategi tersebut perlu dilaksanakan program dalam pengembangan teknologi lingkungan antara lain:
1. Meningkatkan teknologi lanjutan, teknologi proses, teknologi produksi dan "re-engineering".
2. Kemitraan diantara institusi peneliti, perguruan tinggi dan swasta.
3. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna berwawasan lingkungan.
4. Menciptakan iklim kondusif untuk penyebaran dan pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi lingkungan.
5. Mengembangkan penelitian dan teknologi sesuai dengan hasil evaluasi terhadap kinerja teknologi yang telah diterapkan.
Peran sektor swasta sangat penting dalam mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi lingkungan. Perlu berbagai masukan dari berbagai pihak yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya alam. Masing-masing perusahaan diharapkan dapat lebih meningkatkan pengelolaan lingkungan dengan terus menggunakan teknologi akrab lingkungan.
Kepustakaan
Makarim, N, MPA, MSM. Jakarta, 14 Mei 2002 Menteri Negara Lingkungan Hidup
RMP Experiences and Initiatives, 1999
coremap/html/mengenali.html
http://www.geocities.com/minangbahari/
http://rudyct.tripod.com/sem1_012/abubakar.htm
Jurnal Hukum Lingkungan Vol. V No. 1, 1999
Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yangterdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya.
Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. Definisi ekologi seperti di atas, pertama kali disampaikan oleh Ernest Haeckel (zoologiwan Jerman, 1834-1914).
Ekologi adalah cabang ilmu biologi yangbanyak memanfaatkan informasi dari berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti : kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk pembahasannya. Penerapan ekologi di bidang pertanian dan perkebunan di antaranya adalah penggunaan kontrol biologi untuk pengendalian populasi hama guna meningkatkan produktivitas.
Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya. Pengamatan ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam hubungan timbal balik tersebut.
Dalam studi ekologi digunakan metoda pendekatan secara rnenyeluruh pada komponen-kornponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem.
RUANG LINGKUP EKOLOGI
Ekologi merupakan cabang biologi, dan merupakan bagian dasar dari biologi. Ruang lingkup ekologi meliputi populasi, komunitas, ekosistem, hingga biosfer. Studi-studi ekologi dikelompokkan ke dalam autekologi dan sinekologi.
1. Populasi
Populasi yang telah didefinisikan sebagai kelompok kolektif organisme dari spesies yang sama (atau kelompok-kelompok lain di mana individu-individu dapat bertukar informasi genetiknya) yang menempati ruang dan atau waktu tertentu, memiliki berbagai ciri/sifat maupun parameter yatg unik dari kelompok dan sudah tidak merupakan sifat dari masing-masing individu pembentuknya.
2. komunitas
Komunitas biotik adalah kumpulan populasi-populasi organisme apapun yang hidup dalam daerah atau habitat fisik yang telah. ditentukan., sehingga hal tersebut merupakan satuan yang diorganisasi sedemikian rupa bahwa komunitas mempunyai sifat-sifat tambahan terhadap komponen individu beserta fungsi-fungsinya.
3. Ekosistem
Ekosistem merupakan satuan fungsional dasar yang menyangkut proses interaksi organisme hidup dengan lingkungan mereka. Istilah tersebut pada mulanya diperkenalkan oleh A.G.Tansley pada tahun 1935. Sebelumnya, telah digrrnakan istilah-istilah lain, yairu biocoenosis, dan mikrokosmos.
Setiap ekosistem memiliki enam komponen yaitu produsen, makrokonsumen, mikrokonsumen, bahan anorganik, bahan organik, dan kisaran iklim. Perbedaan antar ekosistem hanya pada unsur-unsur penyusun masing-masing komponen tersebut. Masing-masing komponen ekosistem mempunyai peranan dan mereka saling terkait dalam melaksanakan proses-proses dalam ekosistem. Proses-proses dalam ekosistem meliputi aliran energi, rantai makanan, pola keanekaragaman, siklus materi, perkembangan, dan pengendalian.
B. Azas – azas pengelolaan lingkungan
Asas-asas Lingkungan
1. Kondisi dan tata hubungan antar komponen lingkungan mempunyai keteraturan/ menganut asas tertentu.
2. Bermanfaat untuk landasan pengelolaan lingkungan.
3. Penyimpangan asas dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan.
Asas-asas mengenai Sumber daya Alam
Pengertian SDA
Semua kekayaan alam (yang terdapat dalam litosfer, hidrosfer dan atmosfer) yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia.
1. Asas 1
Semua energi yang memasuki organisme hidup, populasi atau ekosistem dapat dianggap sebagai energi yang tersimpan atau terlepaskan.
Energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk
lain, tetapi tidak dapat hilang, dihancurkan, atau diciptakan.
Hukum Termodinamika I
Materi akan bergerak kemana-mana tidak ada
materi yang hilang.
Hukum Kekekalan Materi
Miller mengatakan : Kita tidak akan mendapatkan sesuatu dengan cuma-cuma:Harus ada usaha
2. Asas 2
Tidak ada sistem pengubahan energi yang benar-benar efisien.
HUKUM TERMODINAMIKA II
HUKUM ENTROPI
Pada transformasi energi terjadi
degradasi kualitas energi
Pada sistem yang kurang terkoordinasi entropi makin tinggi
3. Asas 3
Materi, energi, ruang, waktu, dan keanekaragaman, semuanya termasuk sumber daya alam.
4. Asas 4
Untuk semua kategori sumber daya alam, kalau pengadaannya sudah mencapai optimum, pengaruh unit pengadaannya sering menurun dengan penambahan sumber alam itu sampai ke suatu tingkat maksimum
Melampaui batas maksimum tidak ada pengaruh yang menguntungkan lagi
Kenaikanpengadaannyayangmelampauibatasmaksimummerusakkarenakesanperacunanasaspenjenuhan.
Untuk banyak gejala sering berlaku kemungkinan penghancuran yang disebabkan oleh pengadaan SDA yang sudah mendekati batas maksimum.
5. Asas 5
Ada dua jenis sumber daya alam, yaitu sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya, dan yang tak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut.
Contoh: Pengadaan energi: merangsang penggunaan
Pengadaan makanan: tidak meragsang penggunaan
(terbatas)
C. Keterkaitan Lingkungan Bahari dan Ekowisata
Perusakan terhadap sumber daya alam atau lingkungan alam oleh manusia di Indonesia salah satunya akibat dari keterbatasan kemampuan dalam mengelola sumber daya alam tersebut secara seimbang. Sumber daya alam Indonesia yang terbesar datang dari laut, dan dengan dicanangkannya tahun 2003 sebagai “Tahun Bahari” diharapkan mampu menumbuhkan motivasi untuk mengenal lebih dalam tentang laut dan mengoptimalkan keseimbangan pemanfaatannya.
Menurut data dari Ditjen Perikanan tahun 1991, potensi lestari ikan terumbu karang diperkirakan sebesar 800.802 ton/tahun (Arifin, 1999). Indonesi memiliki kurang lebih 7.500 km2 ekosistem terumbu karang (coral reefs) yang tersebar di seluruh wilayah pesisir dan lautan Indonesia, mencakup fringing reefs, barrier reefs, atol dan patch reefs. Luas terumbu karang Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 600.000 km2. Terumbu karang yang dalam kondisi baik hanya 6,2 %.
Kepulauan Karimunjawa di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah menjadi fokus dari tulisan ini. Kepulauan seluas 111,625 ha, terdiri atas 7,033 ha daratan dalam bentuk 27 buah gugusan pulau yang 5 diantaranya berpenghuni, yaitu pulau Karimunjawa, pulau Kemujang, pulau pasang, pulau Nyamuk dan pulau Genting, dan 104,592 ha perairan laut, secara geografis terletak sebelah Barat Laut kota Jepara dengan jarak + 45 mil laut pada 5040’ – 5057’ Lintang Selatan dan 11004’ – 11004’ Bujur Timur.
Terumbu karang di taman nasional laut Karimunjawa tergolong cukup baik. Kegiatan kepariwisataan sudah mulai berkembang, tetapi karena keterbatasannya, perkembangannya tidak sepesat di daerah lain yang memiliki karakter sejenis. Memandang dari sisi lingkungan ini bisa berarti baik, karena memberikan peluang untuk melakukan pembenahan dan penyesuaian. Seperti layaknya terumbu karang didaerah lain di Indonesia, lingkungan biofisik di kawasan pesisir taman nasional ini menghadapi bahaya yang sangat besar, yaitu pencurian danperusakan. Sekitar 30% lingkungan ekosistem di taman nasional laut ini sudah mati atau rusak parah.
Apakah terumbu karang? Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Hewan ini disebut polip, merupakan hewan pembentuk utama terumbu karang yang menghasilkan zat kapur.
Melalui proses yang sangat lama, binatang karang yang kecil (polyp) membentuk kolobi karang yang kental, yang sebenarnya terdiri atas ribuan individu polyp. Karang batu ini menjadi pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Walaupun terlihat sangat kuat dan kokoh, karang sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Karena posisi biofisik dan ekonominya yang sangat penting, manusia melihatnya berdasarkan latar belakang kepentingan yang berbeda, dimana melibatkan kepentingan sektor-sektor lain. Kelompok pemerhati lingkungan lebih mementingkan usaha pelestarian lingkungan di sekitar terumbu karang, artinya meminimalkan kegiatan manusia. Kelompok perikanan 1 mengatasnamakan kepentingan manusia untuk memanfaatkan kawasan pesisir semaksimal mungkin. Tapi dibalik itu semua, daerah harus mendapatkan income atau PAD (pendapatan asli daerah) untuk membiayai kepentingan yang menyokong kegiatan tersebut, termasuk kelompok pariwisata yang juga mau ikut serta memanfaatkannya. Sering kali atas alasan PAD, pemerintah lebih mengutamakan kegiatan yang akan menghasilkan pendapatan lebih besar sehingga kajian terhadap kegiatan yang dilakukan menjadi sangat lemah, yang sering berakhir dengan hancurnya lingkungan (atau melemahnya ekosistem), dan diikuti dengan menurunnya PAD. Akhirnya uang tidak dapat dan lingkungan hidup hancur. Dalam kondisi ini muncul optimisme dari sektor pariwisata untuk ikut terlibat secara positif.
D. Peran teknologi pengelolaan lingkungan
Peran teknologi pengelolaan lingkungan dalam berbagai kegiatan sangat penting artinya dalam upaya pencegahan pencemaran lingkungan. Upaya pendekatan teknologi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan harus secara maksimal diupayakan. Pencegahan pencemaran melalui proses dan produk dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi yang tidak menghasilkan atau seminimal mungkin menghasilkan limbah. Oleh karena itu pengembangan teknologi pengelolaan lingkungan dilakukan secara terus menerus. Kebanyakan perusahaan manufaktur Indonesia umumnya mempunyai kemampuan operasional yang cukup tinggi, artinya mampu menjalankan proses produksi di pabrik secara lancar, namun kemampuan akuisitif, inovatif dan adatif umumnya dilakukan oleh mitra asing, sedangkan mitra dan tenaga ahli Indonesia umumnya kurang berperan. Oleh karena itu, transfer teknologi lingkungan juga tidak berjalan lancar atau terbatas saja pada kemampuan operasional.
Transfer teknologi merupakan masalah penting terutama bagi negara berkembang. Pada kenyataanya banyak teknologi yang dijual di negara berkembang merupakan teknologi bekas yamg sudah tidak digunakan lagi karena sudah tidak memenuhi standar yang baru ataupun peraturan yang berlaku. Menghadapi masalah globalisasi di bidang lingkungan dan pembangunan, transfer teknologi akrab lingkungan menjadi masalah penting tidak hanya dalam lingkup nasional, maupun juga dalam lingkup internasional.
Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan teknologi lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Teknologi lingkungan masih dianggap sebagai parameter yang memperbesar biaya produksi.
2. Tidak semua teknologi lingkungan yang diimpor sesuai dan dapat memberikan effektifitas yang sama apabila di pasang di negara pengguna.
3. Teknologi lingkungan yang ada saat ini, kebanyakan diperuntukan untuk industri besar sehingga tidak ekonomis untuk diperuntukan pada IKM/UKM.
4. Terbatasnya jenis lingkungan tepat guna dan ramah lingkungan.
5. Belum adanya mekanisme verifikasi serta menginformasikan setiap teknologi lingkungan yang handal dan layak untuk dugunakan oleh masyarakat.
Permasalahan ini harus segera ditanggulangi agar pencemaran dan pengrusakan lingkungan tidak terjadi. Peran pemerintah dalam menanggulangi permasalahan teknologi lingkungan bagi IKM/UKM dengan menyediakan teknologi berwawasan lingkungan yang harganya murah dan terjangkau merupakan rantangan yang harus segera menjadi prioritas.
Kita perlu menetapkan strategi masa depan dalam penguasaan, penerapan dan pengembangan teknologi lingkungan agar permasalahan tersebutr diatas dapat diselesaikan, yaitu:
1. Mendorong penyebaran dan pengembangan teknologi lingkungan antara institusi peneliti dengan organisasi bisnis.
2. Pemerintah memfasilitasi konsultasi diantara semua stakeholders yang terkait dalam menciptakan teknologi lokal yang baik dan cocok untuk pengelolaan lingkungan.
3. Pemerintah memberikan inisiatif pada institusi yang mengembangkan dan mengimplementasikan teknologi yang akrab lingkungan.
Untuk melaksanakan strategi tersebut perlu dilaksanakan program dalam pengembangan teknologi lingkungan antara lain:
1. Meningkatkan teknologi lanjutan, teknologi proses, teknologi produksi dan "re-engineering".
2. Kemitraan diantara institusi peneliti, perguruan tinggi dan swasta.
3. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna berwawasan lingkungan.
4. Menciptakan iklim kondusif untuk penyebaran dan pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi lingkungan.
5. Mengembangkan penelitian dan teknologi sesuai dengan hasil evaluasi terhadap kinerja teknologi yang telah diterapkan.
Peran sektor swasta sangat penting dalam mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi lingkungan. Perlu berbagai masukan dari berbagai pihak yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya alam. Masing-masing perusahaan diharapkan dapat lebih meningkatkan pengelolaan lingkungan dengan terus menggunakan teknologi akrab lingkungan.
Kepustakaan
Makarim, N, MPA, MSM. Jakarta, 14 Mei 2002 Menteri Negara Lingkungan Hidup
RMP Experiences and Initiatives, 1999
coremap/html/mengenali.html
http://www.geocities.com/minangbahari/
http://rudyct.tripod.com/sem1_012/abubakar.htm
Jurnal Hukum Lingkungan Vol. V No. 1, 1999
Langganan:
Postingan (Atom)