Selasa, 19 Oktober 2010

KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN MENTAL

KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN MENTAL


Dikarenakan Populasi kota di dunia yang sedang berkembang ini meningkat, baik dalam persayaratan-persayaratan tertentu dan sebagai suatu proporsi dari populasi secara total, sehingga sebuah tantangan besar tersisa; mengatasi Kemiskinan. Laporan pembangunan dunia dari Bank Dunia pada tahun 1990 menyoroti masalah kemiskinan. Dimana hal ini difokuskan pada Dimensi Pendapatan, “kemiskinan yang diukur dengan rendahnya pendapatan cenderung menjadi lebih buruk didaerah-daerah pedesaan”, laporan ini jelas menunjukkan meskipun memperkenankan perbedaan-perbedaan yang seringkali subtansial dalam biaya hidup antara kota dan pedesaan. Adapun konsep dalam analisis kemiskinan pada tahun 1990-an, dimana konsep tersebut adalah Konsep Vulnerability, dimana konsep ini menjadi penting dalam analisis kemiskinan pedesaan dan kota, dan dalam penyusunan kebijakan tersebut diperuntukkan untuk mengurangi kemiskinan karena pada tahun 1990-an, kemiskinan kota telah semakin menjadi pusat kebijakan. Adapun kontribusi-kontribusi yang berhubungan dengan kebijakan dalam hal pengurangan daerah kemiskinan pada tingkat Kota, menurut Jesko Hentshel dan Radha Seshagiri menjelaskan tentang hal tersebut yang disebut dengan penaksiran kemiskinan kota. Dimana setiap kota harus menyusun penaksirannya sendiri-sendiri secara berbeda-beda dan menggunakan alat-alat dan pendekatan umum dengan tujuan untuk menjawab persoalan yang dianggap paling mendesak oleh penduduk setempat. Adapun proses penaksiran bisa jadi penting dalam pembentukan kerjasama yang baru dan lebih efektif dalam penurunan kemiskinan kota. Sehingga dengan jelas bahwa kota-kota tersebut harus melihat kepada berbagai sektor yang ada dan konsep-konsep yang telah berlaku pada masyarakat sehingga kota-kota tersebut diharapkan tanggung jawabnya bagi orang-orang miskin dan Vulnerable dalam perundang-undangan mereka, pendekatan baru dan kerjasama yang lebih komplek dan inisiatif-inisiatif dibatasi agar muncul suatu penurunan kemiskinan diseluruh dunia terlebih dinegara berkembang.




KARAKTERISTIK KELUARGA MISKIN

Tugas utama gambar kemiskinan adalah menggambarkan lingkaran kehidupan miskin di kota. Perbandingan ini bisa menunjukkan bagaimana karakteristik keluarga miskin bisa berbeda, misalnya, pendapatan keluarga disatu wilayah bisa tidak mempengaruhi pelayanan dasar sedangkan ditempat lain justru mempengaruhi. Perbandingan karakteristik keluarga Miskin Dengan Kaya Sekarang tipe karakteristik lingkungan hidup yang sama bisa digunakan untuk membandingkan kelompok orang miskin dengan orang kaya. Perbandingan akan menunjukkan bahwa karakteristik orang miskin sama, keberadaan mereka dibedakan dari kelompok yang lebih baik. Contohnya, ternyata besarnya orang miskin tidak mempengaruhi faktor air, karena kurangnya populasi kota hanyalah sebagai akses semata. Karakteristik hidup orang miskin berbeda-beda disetiap tempat, sesuai dengan penghasilan yang diperoleh merupakan poin awal untuk menguji variasi objek yang akan dibuat penyesuaiannya bagi individu dalam ruang lingkup kota.

KONDISI KEMISKINAN DI INDONESIA

Kota-kota besar di Indonesia pada saat ini memang menjanjikan kesempatan dan kesejahteraan yang luas dan memperoleh kesempatan maju di kota-kota besar terutama di Indonesia. Memang menurut sensus BPS bahwa kemiskinan di Indonesia sudah menurun tajam dari 27 % dalam sensus 1980 menjadi hanya sekitar 15% saja pada sensus 1990, tetapi yang banyak terlupakan adalah bahwa dari angka rata-rata itu, kemiskinan di kota-kota besar masih tinggi persentasinya. Kemiskinan ini sendiri dikota-kota besar khususnya di Indonesia salah satu penyebabnya adalah urbanisasi, dimana para urbanis yang tidak memiliki pendidikan yang cukup, lebih-lebih pendidikan di desa cenderung rendah kualitasnya yang akibatnya para urbanis ini akhirnya jatuh miskin dikota-kota karena mereka tidak mampu bersaing dan menjadi pengganggur. Hal ini terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga perbulan dari 40% penduduk berpendapatan terendah hanya sebesar 3,8 % per tahun dalam kurun waktu yang sama adalah 4, 8% per tahun, artinya pembangunan di Indonesia masih menghadapi tantangan yang masih cukup besar dari kemiskinan dan disparatis sosial. Kemiskinan dan ketimpangan, hanya sebagian saja dari beban yang cenderung bertambah berat terus, yang ditanggung oleh lingkungan dari unsur kependudukan. Sehingga banyak para ahli memandang bahwa masalah kemiskinan dan kesenjangan sebagai bom waktu, yang sewaktu-waktu dapat berkembang menjadi ledakan sosial, yang pada akhirnya dapat mengancam peri-kehidupan manusia terutama didaerah perkotaan. Disini terlihat adanya suatu kemiskinan pada kota-kota besar di Indonesia juga mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk yang meningkat pesat yang berarti akan ada pertambahan perubahan lingkungan, yang mungkin harus dipikul dengan biaya yang tinggi yang tidak saja oleh daerah yang bersangkutan, melainkan juga oleh lingkungan yang lebih luas. Adanya pertambahan penduduk, berarti pula semakin banyak perumahan yang diperlukan. Dimana ini dapat berarti semakin terdesaknya lingkungan alami, termasuk tanah pertanian. Selain perubahan penggunaan tanah, pembangunan perumahan pun akan berakibat kepada semakin besarnya eksploitasi sumber daya alam yang digunakan untuk bahan bangunan. Sehingga masalah perumahan dan pemukiman di Indonesia, sebagaimana yang terjadi dinegara-negara yang sedang berkembang lainnya didunia, mencerminkan salah satu dampak dari proses pembangunan umumnya. Melihat penjelasan diatas, laju pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang cukup pesat di kota-kota besar telah menimbulkan akibat yang selalu memprihatinkan terhadap meningkatnya kebutuhan akan perumahan dan pemukiman. Pertumbuhan penduduk yang pesat tersebut saat ini belum diimbangi dengan penyediaan perumahan yang memadai. Sejak Pelita II hanya sekitar 15 % dari jumlah rumah yang dibutuhkan dapat disediakan sektor formal (BUMN dan Swasta) dalam suatu lingkungan yang direncanakan dan teratur, serta memiliki sarana dan prasarana yang diperlukan, sedangkan yang 85% disediakan melalui sektor informal. Akibatnya banyak terjadi pemukiman yang tidak teratur tanpa sarana dan prasarana yang jelas.
Kemiskinan di daerah perkotaan menyebabkan kelompok masyarakat yang berpenghasilan terendah nasibnya lebih buruk karena mereka bahkan tidak mampu untuk menempati rumah-rumah kumuh seperti yang telah dijelaskan diatas dimana dikarenakan tingginya harga tanah dan bahan bangunan menyebabkan suatu keterpaksaan membangun gubuk-gubuk liar diatas tanah-tanah kosong yang tidak diawasi oleh pemilik atau penguasanya. Banyak diantara mereka menggunakan lahan-lahan kosong yang sengaja digunakan untuk bantaran banjir, jalur kereta api dan lokasi-lokasi lain terutama yang dekat dengan tempat kerja mereka. Dilihat dari penjelasan diatas proses-proses pembangunan oleh sektor-sektor informal tersebut menghasilkan banyak lingkungan perumahan kumuh (slums) yaitu lingkungan perumahan yang padat dan tidak memiliki prasarana dan sarana lingkungan yang memenuhi syarat teknis ataupun kesehatan. Dengan melihat seluruh deskripsi diatas, maka peningkatan kebutuhan perumahan serta perkembangan permukiman kumuh dan liar akibat adanya kemiskinan kota akan semakin meningkat pesat. Memang bila ditinjau dari sisi tersebut terdapat suatu nilai pesimis untuk dapat menyediakan sarana permukiman dengan kondisi kemiskinan dan indikator ekonomi yang menurun dengan tajam pada saat ini. Oleh karena itu dalam waktu dekat ini apa yang diusahakan dan dilakukan oleh pemerintah setahap demi setahap dapat membatasi lajunya pertumbuhan. Selain itu selain kebijaksanaan pemerintah yang mencegah laju pertumbuhan secara alami dan dikarenakan urbanisasi, tetapi juga berperan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia atau penduduk kota sebagai mahkluk sosial terutama dari segi perekonomian dan pembangunan perumahan serta permukiman.

Sumber : Artikel Bulettin TERAS Dampak Kemiskinan KotaTerhadap Perumahan Dan Pemukiman Di Kota Besar Indonesia, 2009 11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar